Munculnya 3 Primadona Baru
Munculnya 3 Primadona Baru
"Wouw, benar-benar manis dan renyah,"komentar seorang
wanita muda ketika mencicipi jambu air pink rose apple yang
disajikan JK Soetanto, pemilik PT Bogatani. Kadar manis jambu
air asal Thailand itu memang mencapai 10,4°brix. Tak hanya rasanya, penampilan buah pun membuat setiap orang terpesona.
Betapa tidak, buah berbentuk lonceng itu mulus mengkilap dengan warna pink merata. Ukuran lumayan besar, 10 buahlkg.
Pink rose apple berumur 2 tahun di halaman rumah Tanto, panggilan akrab JK Soetanto sudah 2 kali berbuah. Saat Trubus berkunjung ratusan buah menggelantung di pohon setinggi 2,5 meter. Buah penuh mulai dari pangkal hingga ke bagian tengah percabangan. Setiap dompolan berisi 4—5 buah dibungkus kertas koran untuk menghindari lalat buah. Tak heran jika buah tampil mulus mengkilap tanpa cacat.
Ayah sepasang anak itu memper-kirakan bakal memanen sekitar 30 kg per pohon. Produksi melonjak jauh disbanding panen perdanayang hanya5kg. Itu berarti ia bakal meraup Rp450.000. Sebab, pada panen perdana, April lalu, sebuah pasar swalayan di Jakarta berani membeli Rpl5.000/kg.
Menurut Tanto, pink rose apple menjadi primadona lantaran puny a kelebihan dibanding jambu air lain. Selain lebih tahan hama penyakit, rasa dijamin manis meskidipanenlebihawal. Jenislain wakta panen harus benar-benar pas untuk mendapatkan kemanisan maksimal.
Lihat saja king rose apple yang juga sedang berbuah lebat di halaman rumah di Ciputat, Jakarta Selatan itu. Ketika dipanen untuk dicicipi Trubus, rasanya kurang manis. "Mestinya 2 hari lagi baru pas," kata Tanto. Padahal jambu air berbobot 125—200 g per buah itu, kadar manisnya mencapai 11° brix. Tak heran jika di Thailand buah lonceng berwarna hijau semburat pink itu menjadi salah satu primadona ekspor.
Green rose apple juga tengah berbuah meski tak selebat pink rose apple. Bentuk bulat lonjong dengan "bibir" pink menyembul ke luar. Ukuran buah sedang, berbobot 12—15 buah per kg. Meski kemanisan hanya 8° brix, ia laku dijual Rpl5.000/kg.
Dikebunkan
Ketiga jambu air introduksi asal Thailand itu telah dikebunkan Tanto dalam skala komersial di Subang, Jawa Barat bersama 3 jambu air unggulan lokal: citra, lilin merah, dan yogya. "Semuanya ditanam pada 2001 di antara pertanaman mangga di areal seluas 40 ha," ungkapnya. Setiap ha ditanami 250 pohon dengan jarak tanam 6mx4m.
Saat ini sekitar 8.000 pohon ditanam wadah styrofoam dan dibungkus plastik film. Setiap bungkus berbobot sekitar 1 kg. Citra, green, dan pink dijual Rp15.000/kg, sedangkan yogya Rpl4.000/kg.
Menurut mantan kontraktor yang beragribisnis sejak 1986 itu, king rose apple memang lebih lambat berbuah. "Bila yang Iain berproduksi umur 1,5 tahun, king
belajar berbuah setelah umur 2 tahun," lanjutnya. Yogya malah berbuah pada umur 1 tahun dengan produksi perdana 300—400 buah. SayangnyajambuairasalYogyakarta itu kurang manis. Namun, Soetanto tetap mengembangkan karena ukuran buah besar, berbobot mencapai 8—lObuah/kg. Selain itu ia bisa berproduksi 3 kali setahun.
Pasan tepbuka
Produsen melon dan semangka ber-kualitas tinggi itu tertarik mengembangkan jambu air karena pesaing masih terbatas. "Belum banyak investor yang tertarik mengebunkan jambu air dalam skala luas," paparnya. Padahal, potensi pasar cukup baik.
Di Jakarta, beberapa pasar swalayan menunggu pasokan jambu air berlabel Bogatani. Sayangnya karena produksi masih terbatas, Tanto baru bisa melayani kebutuhan 2 pasar swalayan, yakni Diamond dan Total. Pasar swalayan Iain seperti Hero terpaksa harus menuggu tahun depan saat produksi tanaman mulai stabil.
Tak hanya di pasar Iokal, jambu air pun berpeluang mengisi ekspor. Misal Hongkong, Taiwan, Singapura, Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat. Selama ini mereka dipasok Thailand dengan harga US$4,5—US$6 per kg. Bukanhal musykil beberapa tahun lagi jambu air asal Indonesia jadi pesaing. (Fendy R. Paimin)
*) disadur dari Majalah Trubus