Duku Sumber Paling Mahal
Duku Sumber Paling Mahal
"Pelanggan saya sering minta duku sumber untuk Pak Ahmad
Suyudi, Menteri Kesehatan. Beberapa orang malah membawa ke
Singapura, Malaysia, atau Australia sebagai oleh-oleh," kata Moh.
Hamdun, penampung di Kudus. Duku itu memang istimewa,
berukuran sebesar bola bekel, manis berair, dan biji kempes. Wajar
harga di pekebun Rpl5.000/kg. Di kakilima seputar Jakarta duku
asalSumateradijualRp4.000-Rp6.000/kg.
Di Jakarta duku sumber agak sulit ditemukan karena hanya ada di toko buah dan pasar swalayan. Hamdun, satu-satunya pemasok duku sumber, hanya mengirim kepada 2 orang di Pancoran dan Glodok, Jakarta Barat. Prakoso Heryanto, penangkar bibit buah-buahan di Demak, sudah lama mendengar keunggulan duku sumber. "Tapi baru kali ini saya mencicipinya. Ternyata manis dan besar-besar lagi," ungkapnya ketika bersama Trubus berkunjung ke Desa Tenggeles, Kecamatan Sumber, Kudus. Duku sumber seukuran bola bekel mencapai 1,5—2 kali duku biasa. Sekilo isi 50 buah.
Kulit mulus
Penampilan dukuh jumbo itu pun menarik. Kulit kuning keputihan, bersih hampir tanpa bercak, dan tipis. Jenis lain berwarna kuning agak kotor dan tebal. Menurut Hamdun, kulit mulus bukan lantaran brongsong bambu agar tak diserbu kelelawar, tapi sifat genetik. Sayangnya, warna kulit berubah cokelat bila di-masukkan lemari atau ruang berpendingin. Ketika kulit di-buka tampak daging buah bening dan tebal. Bijinya kecil, bahkan beberapa kempes. Rasanya manis, bertekstur halus, lunak dan berair. "Enak loh, tidak kalah dengan duku palembang, matesi, atau tuban," kata Maya Prakoso Heryono, istri Prakoso. Jika disimpan dulu 1 hari setelah petik, rasanya lebih enak.
Tak aneh meski harga tinggi duku sumber selalu dicari konsumen. Pembelinya kalangan menengah-atas. Makanya ia tak masuk pasar tradisional, di Kudus sekalipun. "Semua hasil produksi dipasok ke Semarang dan Jakarta," kata Hamdun. Setiap hari selama 5—6 bulan ia mengirim 500—700 kg ke-2 kota besar itu. Saat panen raya pengiriman bahkan mencapai 1 ton.
Nunggu lO tahun
Duku sumber mulai bisa ditemukan pada September. Namun, pada saat itu harga masih mahal, Rp 18.000/kg di tingkat pekebun. Puncak panen setiap tahun terjadi pada Oktober—November. Saat itulah harga sedikit turun, Rpl5.000/kg. "Dulu, pada 2000-an pernah turun hingga Rp8.000 selama beberapa bulan," tutur Suri'atun mertua Hamdun pemilik beberapa pohon duku.
Karena harga tinggi, duku menjadi andalan pendapatan penduduk Kecamatan Sumber. Biasanya sebagai tanaman pekarangan 1—2 pohon setiap rumah. Belum ada yang mengebunkan khusus meski ada yang memilik hingga 30 pohon. "Dari 1 pohon bisa diperoleh pendapatan Rp2-juta—Rp3-juta. -per tahun," ujar Hamdun. Makanya memiliki pohon duku ibarat puny a celengan. Pemilik rela membeli pompa air sekadar untuk me-nyiram pohon duku. Pohon duku di Sumber rata-rata berumur 50—70 tahun dan umum-nya peninggalan orangtua. Hanya sebagian kecil berumur 10—30 tahun. Pohon berumur di atas 50 tahun produksi mencapai 300 kg; 30 tahun sekitar 200 kg. Sementara yang 10 tahun baru belajar berbuah, paling 10—30 kg/ pohon. Masa berbuah lama karena pohon ditanam dari biji. "Belum ada yang mencoba mengembangkan dari okulasi," tutur Hamdan. (Karjono)
*) disadur dari Majalah Trubus